el Bashiroh
Mencerahkan Rohani Bangsa


Al Bashiroh

[ Edit ]

Gerakan Cinta Rasulullah SAW.

Bulan Rabi`ul Awwal telah datang menyapa kita. Bulan kelahiran Nabi Muhammad SAW. ini tentu membuat kita bahagia. Sebab, ia merupakan Nabi yang diutus oleh Allah sebagai cahaya yang menerangi kegelapan; Nabi yang diutus untuk membasmi kemunkaran dengan akhlaq yang mulia. Pendeknya, kelahiran Nabi Muhammd SAW. tidak lain dan tidak bukan adalah rahmat bagi seluruh alam.

Habi Ali bin Muhammad al Habsyi dalam buku maulidnya, Simthut Duror, menyatakan,

“Bahagia dan sukaria berdatangan merasuki kalbu menyambut datangnya kekasih Allah pembawa anugerah bagi seluruh manusia.”

“Maha agung Dia yang telah memuliakan wujud ini dengan nur berkilauan meliputi semuanya dengan keriangan dan kecantikan”

“Mencapai tingkat keindahan tertingi menjulang mengangkasa dengan kemuliannya”
“mata memandang penuh damba bentuk insan sempurna pengikis segala yang sesat”

“Meski sesungguhnya keluhuran dan kesempurnannya melampui segala yang bisa dicapai pengetahuan mana pun jua …”

Ucapan Habib Ai al Habsyi tadi memang selaras dengan kejadian-kejadian yang ada di saat detik-detik kelahiran Nabi SAW. Diriwayatkan, bahwa Nabi Saw. dilahirkan dalam keadaan telah berkhitan, dan terpotong tali pusarnya. Di samping itu, malam kelahirannya terjadilah keajaiban dan keanehan, di antaranya tersungkurnya patung-patung yang ada di sekeliling Ka`bah yang berjumlah tiga ratus enam puluh. Tambahan lagi, munculnya cahaya bersama kelahirannya yang dapat menerangi gedung-gedung di negeri Syam (Syiria), juga tergoncangnya singgasana kerajaan Kaisar Persia, dan jatuhnya beranda-berandanya, serta padamnya api sesembahan orang-orang Persia yang belum pernah padam sebelum itu selama seribu tahun, serta surutnya danau Sawat.

Sungguh luar biasa keagungan Nabi Muhammd SAW. Insan kamil, uswat hasanah, Khatamul anbiya` wal Mursalin dan seabrek lagi julukan yang memang patut disematkan di pundak beliau. Kita pun beroleh barakah dari-Nya lewat perantara beliau. Merupakan keuntungan yang tiada ternilai oleh materi bagi kita yang menjadi bagian integral umat Nabi Muhammd.

Adalah suatu kewajiban, jika bukti cinta kita kepada beliau kita implementasikan dengan menapaki jejak-langkahnya; pitutur katanya; petuah-petuah intannya yang sarat dengan makna dan hikmah yang terkandung di dalamnya. Alangkah ruginya, apabila dalam kehidupan singkat di dunia tidak mampu beramal seoptimal mungkin menggapai cita-cita tertinggi yaitu ridlo Allah SWT. dengan meneladani setiap apa yang Rasulullah SAW. haturkan ke ruang dengar kita. Sebagaimana firman Allah SWT: “Barangsiapa taat kepada Rasul maka sungguh dia telah taat kepada Allah, dan barangsiapa berpaling, maka Kami tidak mengutus negkau sebagai penjaga atas mereka.” (QS An Nisaa`: 80).

Dalam kesempatan lain, Allah SWT juga menegaskan, “Sungguh ada pada diri Rasulullah itu teladan yang baik bagi kamu, bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan hari kemudian dan banyak mengingat Allah.” (QS Al Ahzaab: 21)

Juga firman Allah SWT, “Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah … (al Hasyr: 7)

Cinta memiliki banyak makna. Setiap makna yang terkandung di dalamnya senantiasa diliputi oleh misteri yang terkadang susah untuk diteropong oleh kaca mata manusia yang relatif ini.

Akan tetapi, di sini ada beberapa butir definisi cinta. Namun tentu saja defenisi yang dikemukakan para ahli ini belumlah muthlak kebenarannya.

Menurut Kahlil Gibran, “Cinta adalah keindahan sejati yang terletak pada keserasian spiritual. Cinta adalah satu-satunya kebebasan di dunia ini karena ia begitu tinggi mengangkat jiwa, dimana hukum-hukum kemanusiaan dan kenyataan alam tidak mampu menemukan jejaknya.”

Sementara itu, John Gray, Ph.D, mengomentari defenisi cinta dengan ungkapannya sebagai berikut, “Cinta memberi bukan menerima. Cinta jauh dari saling memaksakan kehendak. Cinta tidak menuntut tapi menegaskan dan menghargai. Cinta tidak akan pernah tercipta selagi kita belum bisa menerima perbedaan.

Lain pula halnya dengan Dr. Muhammad al Qarni, pengarang buku best seller “La Tahzan” (Jangan Bersedih), ia mengemukakan pendapatnya berkenaan tentang cinta, “Menurut psikologi, cinta adalah himpunan nilai-nilai kemanusiaan yang menjelma di dalamnya makna hakiki dari kata ‘manusia’. Manusia yang tidak mampu mencintai akan kehilangan makna sebagai manusia. Karena hilangnya cinta adalah kehancuran bagi manusia.

Saatnya kita buktikan bahwa kata-kata cinta kepada beliau, bukan sekadar pemanis bibir semata, atau sebatas hiasan aksesoris yang kita kenakan mana kala kita hendak menghadirii perayaan maulid Nabi di pelbagai tempat. Terlebih di setiap acara yang diadakan demi menyambut kelahiran nabi itu dihidangkan aneka makanan yang lezat serta minuman yan menyegarkan. Sungguh betapa jauhnya diri kita meluapkan rasa cinta kita pada beliau.

Oleh karena itu, mari kita menyimak kisah-kisah sahabat berikut ini: “Suatu ketika orang-orang Makkah menyeret Zaid bin Dutsnah dari tanah Haram untuk membununya, berkatalah Abu Sufyan bin Harb, “Demi Allah, wahai Zaid. Bagaimana jika Rasulullah sekarang menggantikan posisimu untuk dibunuh sedangkan kamu duduk di rumahmu?”

“Demi Allah,” jawab Zaid mantap, “Bahkan aku tidak rela jika dia di tempatnya kini tertusuk duri sedangkan aku berada di dalam rumahku.”

Berkatalah Abu Sofyan dengan kata-katanya yang terkenal, “Aku tidak melihat seseorang mencintai orang lain sebagaimana sahabat-sahabat Rasulullah mencintai Rasulullah”.

Di kesempatan lain, seorang perempuan dari Anshar ditinggal pergi oleh ayah, saudara dan suaminya ketika perang Uhud meletus. Ketika peperangan sudah usai, para sahabat menemui beliau dan menyampaikan bahwa ayah, saudara, dan suaminya telah syahid dalam peperangan tersebut, “Bagaimana dengan Rasulullah?” tanyanya. “al Hamdulillah, beliau sebagaimana kau inginkan,” jawab para sahabat. “Mana beliau” izinkan aku melihatnya.” Desak sang perempuan. Tatkala ia berhasil melihat wajah Rasulullah, ia berseru dari kedalaman hatinya, “Semua musibah terasa ringan setelah melihatmu, wahai Rasulullah”.

Satu lagi, tatkala Bilal menghadapi sakaratul maut, keluarga besarnya berkata, “Duhai alangkah susahnya!” Bilal menjawab, “Duhai bahagianya! Esok bertemu kekasih: Rasulullah dan sahabatnya”

Adakah diri kita termasuk orang-orang yang mencintai beliau layaknya sahabat-sahabat yang ‘tergila-tergila’ kepada beliau. Mereka adalah adalah sosok-sosok yang rela mengorbankan segala jiwa raganya demi membela Rasulullullah SAW. sedangkan kita? Ah, rasanaya kita jadi malu sendiri. Meski beberapa waktu lalu umat Islam melakukan demontrasi turun ke jalan memprotes karikatur beliau SAW. Bahkan, banyak di antara kita yang meneteskan air mata, tersayat hatinya melihat sosok Nabi digambarkan sebagai teroris yang kejam dengan lilitan bom yang siap meledak di kepalanya sungguh sebuah pelecehan yang menyesakkan setiap insan muslim.

Pertanyaan kemudian adalah, apakah semua itu sudah cukup? Jawabannya berpulang pada keraifan diri kita masing-masing.

Pada dasarnya, shalawat dan salam selalu kita panjatkan untuknya. Namun kesemuanya itu tiba-tiba menyentak kesadaran kita, bahwa kecintaan kita padanya selama ini belum banyak yang kita realisasikan dalam menjalani kehidupan sehari-hari.

Kasihanilah diri kita, pantaskah kita bersesumbar mencintai Rasulullah kalau dalam keseharian kita, sering melanggar nasehat-nasehatnya? Terkadang sebab pekerjaan yang menumpuk, kita sengaja mengulur-ngulur waktu shalat; kadang kita malas membaca al Qur`an atau mengkaji hadits-hadits nabi yang tercecer di kitab-kitab ulama salaf macam, imam Bukhari, imam Muslim, imam Nawawi dan lain sebagainya.

Bagaimana bisa kita mengamalkan sunnah-sunnah beliau sedang kiat saja malas mengahafal barang lima atau sepuluh hadis-hadits beliau. Yang lebih mengenaskan, ada di antara kita dengan banggnya mengimitasi ungkapan orang yang belum tentu mengandung ajaran al Qur`an dan as Sunnah serta ajaran Salafus Shaleh. Parahnya pula, timbul sikap fanatik kepada sosok yang di-ulama`-kan bahkan diangap wali oleh sebagaian orang

Belum lagi meneladani sifat beliau yang welas asih bahkan kepada musuhnya, sabar, pemaaf, bersahaja, jujur, amamnah, adil dan gemar besedekah meski dalam keadaan krisis sekalipun dan masih banyak hal-hal yang kelihatnnya sepele tapi sebenarnya merefleksikan sejauh mana kita mengenal dan mencintai Rasulullah.

Sekedar mengingatkan, hikmah yang terkandung dalam mengikuti dan meneladanii Rasul ialah hidup kita menjadi tenang karena memiliki pegangan dan pedoman yang jelas. Apalagi di tengah ramainya arus modenisasi yang mereduksi nilai-nilai spiritual dan semakin menjauhkan umat dari nabinya, sahabat-sahabat mulia, dan ulama-ulama pecinta rasul bukan pecinta kedudukan, harta dan penggila kehormatan.

Hikmah lainnya, tentu adalah ganjaran surga. Catat firman Allah SWT. yang artinya,
“Itulah batas-batas hukum Allah dan barangsiapa taat kepada Allah dan Rasul-Nya, niscaya Allah akan memasukkan mereka ke dalam surga yang mengalir sungai-sungai di bawahnya, mereka kekal di dalamnya, dan itulah kejayaan yang besar.” (QS an Nisaa`: 13)

Dengan demikian, mari kita laksanakan--meminjam ungkapan KH. Sa`dullah di sela-sela acara Maulid Akbar di masjid Al Huda, Embong Arab--“GERAKAN CINTA RASULULLAH”. Kita tanamkan sejak dini benih-benih cinta Rasul yang buahnya kita ketam lewar aktualisasi sunnah tanpa ada syak dan prasangka kepadanya. Mari kita gerakkan jantung kita, bersama Allah dan Rasul-Nya, kapan, dimana, bagaimana, dalam kondisi apa, dalam situasi apa, agar syafaat beliau melimpah dengan Cahaya, dan kita saksikan bersama "Tidaklah Kami mengutusmu, kecuali sebagai rahmat bagi alam semesta…"

Sebagi penutup, al faqir teringat sebuah puisi yang ditulis oleh seorang muslimah di sebuah situs,

Rindu kami padamu ya Rasul,
rindu tiada terperi
berabad jarak darimu ya Rasul serasa engkau di sini
Cinta ikhlasmu pada manusia bagai cahaya surga.
Dapatkah hamba membalas cintamu secara bersahaja ...

Selamat Merayakan Maulid Nabi Muahammad Saw. 1427 H, Wahai Pecinta-Pecinta Rasul!

Ali Akbar bin Aqil
Mahasiswa Bahasa & Sastra Arab UIN Malang, Alumni Ponpes Darut Tauhid Malang


Alamat Redaksi: Jl. Raya Raci No. 51 Bangil Pasuruan P.O. Box 08 Bangil Pasuruan Jatim Indonesia. Telp. 0343-745317/746532 Fax. 0343-741-200
e-mail redaksi_albashiroh@yahoo.co.id.