Bahtsul Masail Diniyah


Edit

Gencarnya Penyiaran Shalawat Wahidiyah

Permasalahan

Akhir-akhir ini di wilayah Kaltim sangat gencar penyiaran jamaah shalawat Wahidiyah, sehingga menimbulkan pro kontra di kalangan Nahdliyin. Namun masih banyak yang kontra walaupun di dalam penyiarannya sudah mendapat ijin dari MUI Kaltim. Alhamdulillah dengan terbitnya Majalah Aula edisi Pebruari 2002/Dzulqoidah 1422 H. yang Kyai utarakan pada halaman 49 dan hasil Bahtsul Masail Ahli Thoriqoh al Mu'tabarah an Nahdliyah Tingkat Nasional, 2 hal tersebut kami jadikan sebagai penangkal serangan mereka di kalangan warga NU dan kami sebarkan ke ranting dan anak ranting maupun majlis ta'lim Muslimat dan Fatayat, agar warga NU tidak masuk anggota Shalawat Wahidiyah serta bagi yang sudah terlanjur masuk agar keluar dari Shalawat Wahidiyah. Namun setelah terbitnya Majalah Aula edisi September 2002 halaman 48 yang memuat tentang tanggapan Ketua Majelis Tahkim Pusat Penyiar Sholawat Wahidiyah a.n KH. M. Djazuly Yusuf, seakan-akan penangkal kami menjadi lumpuh.

Kami warga Nahdliyin Samarinda khususnya Kecamatan Palaran mengharapkan penjelasan dan fatwa Kyai, sekaligus dengan nash-nya. Bagaimana tanggapan Kyai tentang masalah ini?

Jawaban

Saya mohon maaf bahwa karena kesibukan saya, saya tidak sempat membaca tanggapan dari Ketua Majlis Tahkim Pusat Penyiar Sholawat Wahidiyah, sdr. KH. M. Djazuli Yusuf yang dimuat dalam Majalah Aula edisi September 2002 halaman 48. Dan baru setelah ada pertanyaan dari MWC NU Palaran Samarinda, saya baru mencari majalah tersebut dan baru sempat saya baca pada tanggal 17 Juli 2003.

Kami dan para tokoh ulama' NU, terutama alm. KH. Bisri Musthofa Rembang Jawa Tengah dan alm. KH. Mahrus Ali Lirboyo Kediri, sebenarnya tidak mempersoalkan bacaan dari Sholawat Wahidiyah, karena kita tidak dilarang untuk menyanjung-nyanjung Nabi Muhammad saw. sesuka hati kita, asalkan tidak seperti orang-orang Nasrani yang mengatakan bahwa Nabi Isa as itu adalah anak Tuhan, dan tidak seperti Golongan Syi'ah Saba'iyyah yang mengatakan bahwa dalam diri Sayyidina Ali itu terdapat unsur ke-Tuhan-an. Dalam Qasidah Burdah, Imam Al Busiri mengatakan:

فَانْصُبْ إِلَى ذَاتِهِ مَا شِئْتَ مِنْ شَرَفٍ * وَانْصُبْ إِلَى قَدْرِهِ مَا شِئْتَ مِنْ عِظَمِ

"Maka bangsakanlah kepada dzat Nabi apa yang engkau sukai dari kemulia-an, dan bangsakanlah kepada derajat Nabi apa yang engkau sukai dari keagungan."

Yang kami pertanyakan dan kami persoalkan sejak permulaan kali Sholawat Wahidiyah ini dibuat dan disiarkan sampai sekarang ialah:

  • Apa dasar dan landasan hukum, baik nash dari kitab-kitab kuning, atau Al Qur'an, atau Al Hadits yang dipakai oleh pengarang Sholawat Wahidiyah dan para penyiarnya, sehingga berani menjanjikan bahwa barang siapa yang membaca Sholawat Wahidiyah selama 40 hari, maksud dan cita-citanya pasti tercapai; dan jika tidak, maka pengarangnya berani dituntut di dunia dan di akhirat; dan kemudian janji yang diberikan oleh para penyiar Sholawat Wahidiyah bahwa barang siapa yang membaca Sholawat Wahidiyah, dia pasti menjadi ahli makrifat?

Ternyata sampai sekarang dasar dan landasan hukum yang kami pertanyakan dan persoalkan tersebut tidak pernah diberikan, baik oleh pengarangnya maupun oleh para penyiarnya. Dan dengan demikian, maka pengarang dan para penyiarnya telah melakukan kebohongan yang besar dan berarti pengarang dan para penyiar Sholawat Wahidiyah telah menetapkan hukum tanpa landasan Syari'at Islam, sehingga semua dalil yang telah dikemukakan oleh Ketua Majlis Tahkim Pusat Penyiar Sholawat Wahidiyah, sdr. KH. Moch. Djazuli Yusuf, yang ditujukan kepada saya, adalah lebih tepat untuk ditujukan kepada pengarang Sholawat Wahidiyah dan para penyiarnya.

  • Apa yang menjadi maksud dan tujuan yang sebenarnya dari pengarang dan para penyiar yang menjadi sebab Sholawat Wahidiyah ini dilahirkan dan seolah-olah harus disiarkan secara paksa, sehingga perlu dibentuk Majlis Tahkim Pusat Penyiaran Sholawat Wahidiyah, tidak seperti kelahiran Sholawat Badar yang waktu kelahirannya hampir bersamaan? Sholawat Badar lahir tanpa janji, tanpa tendensi dan tidak diajarkan seperti ajaran tharikat, sehingga Sholawat Badar tidak ditentang oleh para ulama' dan diterima oleh seluruh masyarakat tanpa persoalan. Maksud dan tujuan yang menjadi latar belakang Sholawat Wahidiyah ini dilahirkan, tidaklah pernah dijelaskan kepada masyarakat luas, sehingga kelahiran Sholawat Wahidiyah ini dipenuhi oleh misteri. Atau dengan kata lain, Sholawat Wahidiyah ini adalah Sholawat yang misterius yang penuh tendensi.

  • Bahwa Sholawat Wahidiyah pernah diseminarkan di Islamic Centre Surabaya pada tanggal 28 Oktober 2000 dengan thema "Mencari Hakekat Tharikat Sejati” adalah merupakan indikasi yang jelas bahwa para penyiar Sholawat Wahidiyah ini ingin menjadikan gerakan Sholawat Wahidiyah sebagai salah satu gerakan tarekat. Sedangkan menurut kitab-kitab yang dikarang oleh para ulama salaf ahli tarekat, bahwa tarekat yang benar dan muktabar itu harus mempunyai sanad yang shahih yang sampai kepada Sayyidina Ali bin Abi Thalib atau Sayyidina Abu Bakar As Siddiq; dan bahwa sanad tersebut harus melalui Imam Junaid Al Baghdadi. Sudahkah para penyiar Sholawat Wahidiyah dapat memenuhi persyaratan ini? Jika belum atau tidak memiliki persyaratan ini, maka tharikat yang dibentuk oleh para penyiar Sholawat Wahidiyah adalah tharikat bukan muktabar alias tharikat yang batal.