Bahtsul Masail Diniyah


Edit

Dalil tentang Pelaksanaan Shalat

Soal

Apakah maksud dari surat An Nisa ayat 43 tersebut?

Jawaban

Al Quran An Nisa ayat 43 memberikan pemahaman bahwa persiapan pelaksanaan sholat yang terpenting adalah kesadaran penuh (akal berfungsi sempurna), tidak terganggu ingatan, sehingga terkesan dan merasakan bahwa yang bersangkutan sedang menghadap Allah. Oleh karena itu orang yang mabuk setelah mengkonsumsi minuman keras atau mengkonsumsi narkoba tidak boleh menunaikan sholat. Karena dalam keadaan mabuk ia tidak mengerti apa yang diucapkannya, apakah ucapan (bacaan sholatnya) benar atau salah. Demikian juga orang yang tidak sadar karena dibius tidak dituntut menjalankan sholat.

Dasar Pengambilan

Rawai'u al Bayan Tafsir Ayati al Ahkam Min al Quran Juz 1 hal 480

رَوَى التُّرْمِذِيُّ عَنْ عَلِيِّ بْنِ أَبِيْ طَالِبٍ كَرَّمَ اللهُ وَجْهَهُ أَنَّهُ قَالَ صَنَعَ لَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ عَوْفٍ طَعَامًا فَدَعَانَا وَسَقَانَا مِنَ الْخَمْرِ فَأَخَذَتِ الْخَمْرُ مِنَّا وَحَضَرَتِ الصَّلاَةُ فَقَدَّمُوْنِي فَقَرَأْتُ قُلْ يَآأَيُّهَا الْكَافِرُوْنَ لآ أَعْبُدُ مَا تَعْبُدُوْنَ وَنَحْنُ نَعْبُدُ مَا تَعْبُدُوْنَ قَالَ فَأَنْزَلَ اللهُ تَعَالَى (يَآأَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا لاَ تَقْرَبُوْا الصَّلاَةَ وَأَنْتُمْ سُكَارَى حَتَّى تَعْلَمُوْا مَا تَقُوْلُوْنَ)

At turmudzi meriwayatkan dari Ali bin Abi Tholib beliau berkata ; Abdurrahman bin Auf membuatkan untuk kami makanan lalu mengundang kami serta memberikan kami minuman khomr (ketika masa minuman keras belum diharamkan) maka khomr itu pun telah mengambil kesadaran kami. Maka kemudian datang waktu sholat, saya menjadi imamnya maka saya membaca “qul yaa ayyuha al-kaafiruun laa a’budu maa ta’buduun, wa nahnu na’budu maa ta’buduun (surat al kafirun yang dibaca secara salah). Beliau berkata : maka Allah menurunkan ayat “ Yaa ayyuha al-ladziina aamanuu la taqrabuu al-sholaata wa antum sukaaroo hattaa ta’lamuu maa taquuluuna.”

Soal

Bagaimana jika dikaitkan dengan surat Ibrahim ayat 4 yang artinya

"Dan Kami tidak mengutuskan seseorang Rasul melainkan dengan bahasa kaumnya supaya ia menjelaskan (hukum-hukum Allah) kepada mereka."_

Jawab

وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ رَسُوْلٍ إِلاَّ بِلِسَانِ قَوْمِهِ لِيُبَيِّنَ لَهُمْ...

Surat Ibrahim ayat 4 di atas, memberikan pengetian bahwa para Rasul memiliki tugas menjelaskan risalah kepada kaumnya dengan menggunakan bahasa yang difahami oleh kaumnya. Hal ini merupakan segi rasionalitas dari metode dakwah untuk menyampaikan risalah yang diajarkan oleh Islam. Dengan bahasa kaumnya diharapkan agar mereka memahami tujuan risalah secara sempurna. Pemahaman ini tidak dapat ditafsirkan bahwa para ulama dan para da’I diharuskan membacakan terjemah Al Quran ketika menjadi imam sholat karena masalah tata caranya telah dijelaskan oleh Rasulullah secara rinci.

Begitu pula merupakan tugas Rasulullah saw adalah menjelaskan lebih lanjut pelaksanaan perintah-perintah dalam Al Quran yang bersifat global (mujmal) seperti sholat, puasa, zakat, haji dan sebagainya dengan menjelaskan secara rinci tentang cara pelaksanaannya. Perintah sholat misalnya, dalam Al Quaran disebutkan antara lain dengan “wa aqiimuu al sholaata” (tegakkanlah sholat). Al Quran tidak menjelaskan secara rinci bagaimana tata cara pelaksanaan sholat. Maka Rasulullah saw. lah yang menjelaskan tata caranya sebagaimana sabdanya “ tunaikanlah sholat seperti kalian melihat tata caraku tengah menunaikan sholat “. Adapun selanjutnya yang bertanggung jawab melanjutkan tugas Rasulullah saw ini adalah para ulama, karena mereka adalah pewaris para Nabi. Disinilah keharusan para ulama dan dai memberikan penerengan kepada masyarakat berkaitan dengan ajaran Islam ini dengan cara yang difahami oleh masyarakatnya.

Dasar Pengambilan

al Manhalu al Lathifu fi Ushuli al Hadits al Syarif hal. 12-13

صِلَّةُ السُّنَّةِ بِالْقُرْآنِ الْكَرِيْمِ عَظِيْمَةٌ وَوَثِيْقَةٌ جِدًّا إِذَا عَلِمْنَا أَنَّ وَظِيْفَةَ السُّنَّةِ النَّبَوِيَّةِ تَفْسِيْرُ الْقُرْآنِ الْكَرِيْمِ وَالْكَشْفُ عَنْ أَسْرَارِهِ وَتَوْضِيْحُ مُرَادِ اللهِ تَعَالَى مِنْ أَوَامِرِهِ وَأَحْكَامِهِ ... والثَّانِي أَنْ تَكُوْنَ بَيَانًا لِمَا أُرِيْدَ بِالْقُرْآنِ، وَأَنْوَاعُ هذَا الْبَيَانِ مَا يَأْتِي : (١) بَيَانُ الْمُجْمَلِ وَذَلِكَ مِثْلُ الأَحَادِيْثِ الَّتِيْ بَيَّنَتْ جَمِيْعَ مَا يَتَعَلَّقُ بِصُوَرِ الْعِبَادَاتِ وَالأَحْكَامِ مِنْ كَيْفِيَّاتٍ وَشُرُوْطٍ وَأَوْقَاتٍ وَهَيْئَاتٍ فَإِنَّ الْقُرْآنَ لَمْ يُبَيِّنْ عَدَدَ وَوَقْتَ وَأَرْكَانَ كُلِّ صَلاَةٍ مَثَلاً وَإِنَّمَا بَيَّنَتْهُ السُّنَّةُ.

Hubungan as sunnah dengan al Quran al Karim sangat besar dan erat sekali. Jika kita mengerti bahwa sesunguhnya fungsi sunnah nabi adalah menafsiri al Quran dan menguak (menyikap) rahasia-rahasia al Quran dan menjelaskan maksud dari perintah-perintah Allah dan hukum-hukum-Nya”(hal 12).

Yang kedua (dari fungsi as sunnah) sebagai penjelas hal-hal yang dikehendaki Al Quran. Dan jenis-jenis penjelasan ini seperti hal berikut ini ; (1) Penjelasan akan hal-hal yang bersifat global (mujmal) seperti hadits-hadits yang menjelaskan segala sesuatu yang berhubungan dengan bentuk-bentuk ibadah dan hukum yakni dari segi tata cara, syarat, waktu dan keadaan. Karena sesunguhnya Al Quran tidak menjelaskan jumlah, waktu dan rukun-rukun dari setiap sholat, misalnya. Dan sesungguhnya yang menjelaskannya adalah as sunnah”.