Bahtsul Masail Diniyah


Edit

Hamil tua mati dan tinju

  1. Dalam kehidupan sehari-hari kita tidak terlepas dari hukum agama. Lebih-lebih di daerah kami, yang awam hukum agama. Ada suatu kejadian, seorang wanita hamil yang sembilan bulan meninggal karena kecelakaan. Yang saya tanyakan yaitu:
    1. Bagaimana nash yang berkaitan dengan meninggal dunia mendadak, apakah tergolong mati syahid, padahal wanita tersebut jarang salat?
    2. Bagaimana cara mengkafaninya jenazahnya, apakah anak yang ada dalam kandunganya perlu di operasi dan dikafani sendiri karena anak juga mati dalam kandungan?
    3. Bagaimana cara salat terhadap jenazah tersebut karena mayitnya dua, yakni ibu dan anak?
    4. Bagaimana hukumnya apabila kita menyolatkan karena orang tersebut agamanya setengah-setengah, kadang salat dan kadang tidak walaupun tidak berhalangan?
  2. Dalam dunia sekarang persaingan sangat hebat. Lebih-lebih dalam olah raga. Seperti tinju, sepak bola putri, angkat besi putri, dll. Yang saya tanyakan:
    1. Bagaimana hukumnya olah raga tinju khususnya pelaku dan promotor, karena itu merugikan salah satu pihak dan bersifat judi?
    2. Bagaimana hukumnya orang-orang putri yang ikut andil dalam olah raga seperti sepak bola, angkat besi, renang dll, kaitannya dengan aurat?
    3. Bagaimana tangung jawab para ulama’ yang melihat kejadian tersebut padahal mengerti itu melanggar syariat islam?

Jawaban:

Permasalahan 1

  1. Wanita tersebut hukumnya mati syahid, tapi syahid ahirat saja.

    Dasar pengambilan Kitab Hasyiyah Syaikh Ibrahim Al Baijuri juz 1 halaman 254:

    وَمَّاشَهِيْدُ الاَخِرَةِ فَقَطُّ فَهُوَ كَغَيْرِ الَشَهِيْدِ فَيُغْسَلُ وَيُكْفَنُ َيُصَلِّى عَلَيْهِ وَيُدْفَنُ وَقَدْ احْتَرَزَ المُصَنِّفُ بِقَوْلِهِ فِى مَعْرَكَةِ المُشْرِكِيْنَ. وَاَقْسَامُهُ كثِيْرَةٌ فَمِنْهَا: اَلْمَيِّتَةُ طَلْقًا وَلَوْ كَانَتْ حَامِلاً مِنْ زِنًا, وَاْلمَيَّّتُ غَرِِيْقًا وَاِنْ عَصَى بِرُكُوْبِ اْلبَحْرِ, وَاْلمَيَّتُ هَدِيْمًا اَوْحَرِيْقًا اَوْغَرِيْقًا اَوْ غَرِيْبًا وَاِنْ عَصَى بِالْغُرَبَةِ وَالْمَقْتُوْلُ ظُلْمًا وَلَوْ هَيْئَةً كَاِنِ سْتَحَقََّ شَخْصٌ خَرَّ رَقَبَتِهِ فَقَدَّهُ نِصْفَيْنِ وَالْمَيِّتُ بِالْبَطْنِ اَوْفِى زَمَنِ الطَّاعُوْنِ وَلَوْ بِغَيْرِهِ لَكِنْ كَانَ صَابرًا مُحْتَبِِسًا اَوْ بَعْدَهُ وَكَانَ فِى زَمَنِهِ كَذَالِكَ, وَاْلمَيِّتُ فِى طَلَبِ اْلعِلْمِ وَلَوْ عَلَى فِرَاشِهِ, وَالْمَيِّتُ عِشْقًا وَلَوْ لِمَنْ لَمْ يُبِحْ وَطْؤُهُ كَاَمْردَبِشَرْطِ اْلعِفَّةِ حَتَّى عَنِ النَّظْرِ بِحَيْثُ لَوِاحْتَلَى بِمَحْبُبِهِ لَمْ يَتَزجَاوَزِ الِشَرْعَ وَبِشَرْطِ الْكِتْمَانِ حَتَّى عَنْ مَعْشُوْقِهِ.
    Adapun syahid di akhirat saja, maka dia adalah seperti bukan syahid, sehingga dia dimandikan, dikafani, disalati, dan dikubur. Mushonnif membatasi diri dengan ucapannya ”dalam peperangan melawan orang musyrik”.

    Adapun macam-macam orang mati syahid akhirat saja ini, banyak, antara lain:

    • Wanita yang mati karena melahirkan anaknya, meskipun dia hamil dari zina.
    • Orang yang mati tenggelam, meskipun dia naik perahu atau kapal sebab maksiat.
    • Orang yang mati tertimpa reruntuhan atau terbakar atau berkelana (mengembara) meskipun berkelana sebab maksiat.
    • Orang yang dibunuh secara aniaya, meskipun dalam bentuknya, seperti apabila seseorang memiliki hak akan kematian budak beliannya, kemudian dia memotong budaknya yang telah mati menjadi dua bagian.
    • Orang yang mati sebab sakit perut atau pada masa wabah penyakit, meskipun kematiannya karena sebab yang lain, tetapi dia bersabar dan tidak keluar dari daerahnya, atau mati sesudah wabah penyakit, sedangkan dia pada masa wabah tersebut juga demikian (bersabar dan tidak keluar dari daerahnya).
    • Orang yang mati dalam menuntut ilmu, meskipun dia mati di atas tempat tidurnya.
    • Orang yang mati karena sakit asmara meskipun dia jatuh cinta kepada orang yang tidak halal untuk disetubuhi. Seperti laki-laki yang jatuh cinta kepada gadis cantik dengan syarat dia tidak berbuat maksiat sampai dari memandang orang yang dicintai. Sehingga andaikata dia sendirian bersama kekasihnya, niscaya dia tidak melanggar syara’ dan dengan syarat dia simpan rasa cintanya tersebut, sampai terhadap orang yang dicintainya.
  2. Cara mengafani wanita tersebut seperti mengafani mayit lainnya. Artinya, bayi dalam kandungannya yang sudah mati tidak boleh dioperasi.

    Dasar pengambilan Kitab Bughyatul Musytarsyidin halaman 95:

    (مَسْأَلَةٌ) مَاتَتْ وَفِى بَطْنِهَا جِنِينٌ, فَإنْ عُمِلَتْ حَيَاتُهُ وَرُجِيَ عَيْشُهُ بِقَولِ أَهْلِ الخِبْرَةِ شُقَّ بَطْنُهَا اى بَعْدَ أنْ تُجْهَزَ وَتُوضَعَ فِى القَبْرِ وَإنْ تُرْجَ الحَياةُ وُقِفَ دَفْنُهَا وُجُوبًا حَتَّى يَمُوتَ وَلاَ يَجُوزُ ضَرْبُهُ حِيْنَئِذٍ وَإِنْ لَمْ تُعْلَمْ حَيَاتُهُ دُفِنَتْ حَالاً.
    (Masalah) Ada seorang wanita mati sedang dalam perutnya ada janin. Maka jika diketahui kehidupan janin tersebut, dan dapat diharapkan kelangsungan hidupnya berdasarkan pendapat para ahli, maka wajib dibelah (dioperasi) perut wanita tersebut, artinya setelah dirawat dan diletakkan dalam kubur.

    Jika tidak dapat diharapkan kelangsungan hidup janin tersebut, maka pemakaman wanita tersebut wajib ditangguhkan sehingga janin yang ada dalam perutnya mati. Pada waktu yang demikian itu tidak boleh memukul janin (supaya lekas mati).

    Jika tidak diketahui kehidupan janin yang ada dalam perutnya, maka wanita tersebut harus dikubur seketika.

  3. Yang wajib disalati ibunya saja, sedang bayi yang sudah mati dalam kandungan tidak wajib dimandikan, dikafani dan disalati.

    Dasar pengambilan Kitab Hasyiah Syaikh Ibrahim Baijuri juz 1 halaman 253

    وَأَمَّا فِى السَقِيِطِ فِهُوَ فِى بَعْضِ أحْوَالِهِ وَهُوَ مَا إذَا لَمْ تُعْلَمْ حَيَاتُهُ وَلَمْ يَظْهَرْ خَلْقُهُ فَإِنَّهُ لاَ يَجِيْبُ غَسْلُهُ وَلاَ الصَلاَةُ عَلَيْهْ.
    Adapun mengenai bayi yang keguguran, bayi tersebut tetap pada sebagian dari keadaan-keadaannya. Yaitu jika tidak diketahui kehidupannya dan tidak nampak bentuk kejadiaannya, maka tidak wajib memandikannya dan tidak pula wajib salat atasnya.
  4. Menurut sebagian ulama kita masih berkewajiban melakukan salat terhadapnya, karena menurut akidah ahlu as sunnah orang yang masih mau melakukan salat meskipun kadang-kadang, adalah dihukumi sebagai muslim yang maksiat.

    Dasar pengambilan Kitab Bughyatul Musytarsyidin halaman 93

    (مَسْأَلَةُ. ب) يَجِيْبُ تَجْهِيْزُ كُلِّ مُسْلِمٍ مَحْكُومٍ بِإِسْلاَمِهِ وَإنْ فَحِشَتْ ذُنُوبُهُ وَكَانَ تَارِكًا لِلصَّلاَةِ وَغِيْرِهَا مِنْ غَيْرِ جُحُودٍ.
    (Masalah B) Wajib merawat mayat dari setiap muslim yang ditetapkan hukum keislamannya, meskipun sangat keji dosa-dosanya dan dia meninggalkan salat dan lainnya tanpa sikap menentang.

Permasalahan 2

  1. Hukum olah raga “tinju” saja sudah haram, apalagi ada pihak yang dirugikan dan mengandung unsur perjudian.

    Dasar pengambilan Kitab Syarah Sulam Taufiq halaman 74

    وَمِنْهَا اى مِنْ مَعَاصِى اليَدَيْنِ الضَرْبُ بِغَيْرِ حَقٍّ. .. إلَى أنْ قَالَ: فَالَّذِى بِغَيرِ حَقٍ هُوَ كَضَرْبِ غَيْرِ ذَلِكَ او ضَرْبِ ذَلِكَ فِى الوَجْهِ.
    Dan diantaranya, yaitu di antara kemaksiatan-kemaksiatan kedua tangan adalah memukul dengan tanpa alasan yang benar ... sampai pada ucapan pengarang: pukulan dengan tanpa alasan yang benar adalah pukulan kepada selain istri yang tidak patuh dan anak umur 10 tahun yang meninggalkan salat; atau memukul pada muka isteri yang tidak patuh dan anak umur 10 tahun yang meninggalkan salat.
  2. Hukumnya berdosa karena membantu perbuatan dosa.

    Dasar pengambilan Al Quran surat al Maidah ayat 2 yang antara lain berbunyi:

    ... وَتَعَاوَنُوا عَلَى البِرِّ وَالتَّقْوَى وَلاَتَعَاوَنُوا عَلَى الإثْمِ وَالعُدْوَانِ, وَاتَّقُوا اللهَ إنَّ اللهَ شَدِيْدُ العِقَابِ.
    ... dan tolong menolonglah kamu sekalian dalam mengerjakan kebajikan dan takwa dan janganlah kamu sekalian tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Bertakwalah kamu sekalian kepada Allah ; sesungguhnya Allah itu maha berat siksanya.
  3. Jika ada orang alim yang mendiamkan perbuatan maksiat yang merajalela di tengah-tengah masyarakat dan tidak berusaha memberantasnya, maka laknat Allah yang akan ditimpakan kepadanya.

    Dasar pengambilan Hadist yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori:

    إِذَا ظَهَرَالبِذْعُ وَسَكَتَ العَالِمُ فَعَلَيْهِ لَعْنَةُ اللهِ.
    Apabila perbuatan bid’ah telah nampak sedangkan orang alim diam, maka atasnyalah laknat Allah.



Dikelola oleh Nun Media