Nasihat Kyai


Edit

KH. Dimyathi Rois: Kesenjangan Jam'iyyah Nahdlatul 'Ulama

Nahdlatul Ulama’ adalah organisasi yang didirikan oleh para kyai pesantren. Organisasi ini adalah wadah bagi para kyai dan santri-santri pengikutnya untuk mengaktualisasikan peran dan keterlibatannya di dalam persoalan-persoalan masyarakat. Pada awal berdirinya, KH. Hasyim Asy’ari, KH. Wahab Hasbulah, KH. Bisri Mustofa, KH. Asnawi, KH. Maksum (Lasem), dan kyai-kyai sepuh lainnya merupakan tokoh-tokoh yang menggerakkan kyai-kyai pesantren dari berbagai latar belakang untuk bersatu, sokong menyokong menyelesaikan problematika yang muncul di dalam masyarakat. Pergesekan antar kyai, antara kyai dan aktivis muda, atau antar aktivis sendiri mampu diselesaikan dengan arif bijaksana seperti yang bisa kita baca dari sejarah jam’iyyah Nahdlatul Ulama’.

Sekarang, setelah berdiri dan mengalami banyak peristiwa selama hampir 80 tahun, muncul kesan yang sangat menyedihkan. Yakni seolah-olah ada kesenjangan hubungan antara jam'iyyah Nahdlatul Ulama dan komunitas pesantren. Hubungan yang berjarak ini mau tidak mau mengakibatkan masyaqqoh yang tidak sedikit. Kyai-kyai pesantren tidak lagi terorganisasi dalam menyikapi perubahan yang terjadi di sekelilingnya. Reaksi yang dulunya dilakukan secara serentak, sekarang berlangsung lamban dan mengalami banyak hambatan. Kepercayaan kyai terhadap jam'iyyah sedikit demi sedikit meluntur tergerus oleh ego, perseteruan, perselisihan, dan kurangnya komunikasi yang sehat.

Masyaqqoh ini pada gilirannya berimbas pada kehidupan masyarakat. Sebab sebagai organisasi Islam terbesar di dunia, anggota-anggota Nahdlatul Ulama’ berada di hampir semua lapisan masyarakat Indonesia. Masyarakat, terutama yang berada di kawasan pedesaan, dari kalangan bawah, selama ini merupakan komponen yang paling dekat dengan dunia pesantren dan penyokong keanggotaaan jam'iyyah. Mereka menyandarkan hampir seluruh harapannya pada sosok kyai dengan pesantren sebagai basis bagi kegiatan-kegiatan kemasyarakatannya hingga jam'iyyah Nahdlatul Ulama menjadi besar seperti sekarang. Sekarang, derasnya laju informasi tidak dibarengi dengan intensitas hubungan antara jam'iyyah dengan kyai-kyai pesantren berbasis jamaah. Jam'iyyah seolah-olah tidak lagi memberi ruang kepada para kyai dan tidak lagi memiliki cukup kepedulian terhadap menurunnya ketertarikan kyai pesantren terhadap dinamika jam'iyyah. Akhirnya para kyai pun semakin tidak peduli terhadap dinamika yang terjadi di dalam jam'iyyah dilingkungan sekitar mereka, apalagi yang ada di pusat (PBNU).

Untuk itu diperlukan media komunikasi yang efektif agar kesenjangan ini tidak semakin menjadi-jadi. Media komunikasi ala jam'iyyah Nahdlatul Ulama’ yang menjadi andalan selama ini yaitu Lailatul Ijtima’ perlu digalakkan kembali. Lailatul Ijtima’ ini ini haruslah dihadiri bukan saja pengurus tingkat cabang dan ranting. Namun dihadiri pula oleh seluruh komponen jam'iyyah Nahdlatul Ulama’ di tingkat cabang. Di dalam Lailatul Ijtima’ itu pengurus besar Nahdlatul Ulama secara khusus hadir untuk saling tukar menukar informasi sehingga terjadi komunikasi timbal balik. Kyai-kyai dan santri-santrinya sebisa mungkin dihadirkan dalam acara-acara semacam ini. Lailatul Ijtima’ yang dawam, Insya Allah menjadi media yang ampuh untuk menjembatani kesenjangan komunikasi antara jam'iyyah dan para kyai pesantren.

Terlebih jika kita mau menengok kepada anggaran dasar pendirian Nahdlatul Ulama’ yang didaftarkan atas nama KH. Said bin Saleh dan lain-lain, dengan surat tertanggal 5 September 1929 di situ jelas disebutkan, "Perkumpulan ini bermaksud memegang teguh pada salah satu dari madzhab empat yaitu Imam Muhammad bin Idris Asy-Syafi’i dan Imam Malik bin Anas, Imam Abu Hanifah An-Nu’man, atau Imam Ahmad bin Hambal dan menjadikan apa saja yang menjadikan kemaslahatan Islam. Untuk mencapai maksud perkumpulan ini, maka diadakan ikhtiar-ikhtiar, yang pertama adalah mengadakan perhubungan di antara ulama yang bermadzhab tersebut di atas."

Para kyai pesantren yang mendirikan NU pada tahun 1926 tentu saja berharap agar jam'iyyah Nahdlatul Ulama’ tercakup di dalam firman Allah, “Pastilah Allah akan membela mereka yang membela-Nya, sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa. Mereka adalah orang-orang yang apabila Kami kokohkan mereka di muka bumi, mereka mendirikan sholat, memberikan zakat, menyuruh berbuat ma’ruf dan mencegah perbuatan munkar dan kepada Allah-lah segala urusan kembali.”