Rubrik Tanya Jawab


Suntik dan Donor di Bulan Puasa

Pertanyaan

Pak Ustadz, insya Allah tahun ini saya pergi haji, katanya diantara persyaratan haji yang diminta oleh kerajaan Saudi Arabia yang harus saya penuhi adalah suntik imunisasi menginitis untuk menghindari penyakit radang otak atau penularannya saat beribadah haji nanti. Upama saya melakukan suntik imunisasi menginitis di bulan puasa ini apakah membatalkan puasa saya? Apakah melakukan donor darah juga boleh?

Muhammad Idrus, Jl. Banten Dalam Malang

Jawaban

Suntik saat berpuasa hukumnya boleh apabila dalam keadaan darurat, sementara imunisasi yang harus bapak lakukan masih bisa dilakukan nanti setelah lebaran, karenanya sebaiknya dihindari.

Namun sebagaimana pertanyaan tentang menetesi mata atau telinga saat puasa beberapa waktu lalu, ada beberapa perbedaan pendapat ulama tentang batal dan tidaknya suntik saat berpuasa.

Pendapat pertama menyatakan batal secara mutlak karena obat yang disuntikkan pasti masuk kedalam tubuh.

Pendapat kedua menyatakan tidak membatalkan secara mutlak  karena cairan yang dimasukkan kedalam tubuh tidak melalui lubang yang terbuka seperti mulut dan hidung tetapi melalui pori-pori yang umumnya tidak digunakan untuk memasukkan sesuatu kedalam tubuh kecuali darurat.

Pendapat ketiga menyatakan bila suntikan itu suntikan infus yang memasok makanan ke dalam tubuh maka membatalkan puasa sementara bila bukan berupa suntikan infus yang memasok makanan kedalam tubuh maka dirinci lagi. Bila cairan itu dimasukkan ke dalam urat yang terhubung langsung ke dalam rongga tubuh (perut) maka membatalkan puasa sementara bila dimasukkan melalui pori-pori yang uratnya tidak langsung terhubung kedalam rongga tubuh (perut) seperti suntik di lengan maka tidak membatalkan puasa.

Bagaimana dengan donor darah? Donor memang memasukkan jarum suntik kedalam tubuh namun tidak memasukkan cairan tetapi mengeluarkan cairan darah. Karena hukumnya tidak sampai membatalkan puasa karena jarum yang dimasukkan melalui pori-pori yang tidak langsung berhubungan dengan rongga tubuh “jauf” namun dihukumi makruh karena menyebabkan kondisi tubuh menjadi bertambah lemas. waLLahu a’lam

Referensi : Taqrirat Shadidah 448-452