el Bashiroh
Mencerahkan Rohani Bangsa


Al Bashiroh

[ Edit ]

Akulturasi Budaya Hindu dalam Amaliyah Islami

Seri perkembangan Islam di Tengger

Tiga tahun yang lalu kami menginjakkan kaki di desa Tosari Tengger (15 km dari dibawah kawasan gunung Bromo) untuk menyelesaikan studi kami dalam rangka tugas Kuliah Kerja Nyata, STAI Darullughah Wadda'wah tepatnya tahun 2001. Kawasan yang kental dengan ajaran agama Hindu itu, sekarang telah berubah menjadi kawasan Islami ditandai dengan tersebarnya mushola dan masjid diberbagai tempat didaerah itu.

Kami sempat kagum dengan semakin pesatnya perkembangan Islam di daerah tersebut, yang telah mencapai 90% dari tahun 2001, yang saat itu masih berkisar 70% warga muslim."Sejak adik-adik tinggalkan daerah ini, perkembangan Islam mencapai klimaksnya pada tahun 2005 ini sekitar 90 % jumlah masyarakat muslim" kata bapak Trisno salah seorang ketua MWC NU Tosari Tengger.

Akan tetapi kami menjadi bingung dengan prosentase perubahan yang begitu besar, karena kami belum tahu betul metode syiar/dakwah yang mereka lakukan.Dengan kebingungan yang terlukis di wajah kami, pak Trisno segera menjawab : "Metode yang kami aplikasikan (praktekkan) saat ini adalah penetrasi (upaya memasukan) dogma/ajaran dari Hindu ke dalam ajaran Islam. Artinya kami tidak memaksa bagi siapa pun pemeluk Islam (mualaf) untuk meninggalkan ajaran agamanya sama sekali, seperti memberikan sesajen di hari tertentu (seperti hari Kasodo)". Biarlah hal itu terjadi, dengan disertai tajdidun niyah untuk sodaqoh kepada makhluk Allah yang lain (seperti tikus, ayam, burung) yang hinggap di sesajen itu. Dan tiap kali memberikan sesajen, seorang muslim didoktrin untuk memanjatkan doa (tawasul) pada Rasulullah, sahabat, dan para waliyulah, agar senantiasa mendoakan masyarakat Islam di Tosari, dan setiap warga yang telah condong ke agama Islam, walaupun belum mengucapkan syahadatain.

Dari penjelasan singkat itu, kami ingat akan kaidah fiqh al'umuuru bi maqosidiha (segala sesuatu itu dinilai dari maksud seseorang pertama kali dalam melakukan pekerjaan). Dengan adanya kaidah fiqh itu kami menjadi lega akan kekhawatiran terjadinya pengkufuran, malah yang terjadi adalah legalisasi hukum adat Hindu menjadi hukum Islam (termasuk sodaqoh/ amru taalluf ala makhluqillah yang dianjurkan syariat).

Keanehan seputar pemahaman tentang Islam

"Ibarat orang ingin meminang seorang istri yang sholehah, tetapi ia tidak punya nyali yang kuat untuk melamarnya"

Begitulah salah satu kejadian menarik potret islamisasi warga Hindu Tosari, dimana gencarnya dakwah islam melalui pembangunan mushola, pengajian rutin di beberapa wilayah terpencil, menjadi fenomena tersendiri bagi masyarakat daerah Tosari. Banyak diantara warga Tosari yang notabene beragama Hindu, berduyun-duyun, ikut kerja bakti dalam pembangunan sebuah mushola. Padahal mereka berbeda samasekali aqidahnya dengan akidah Islam. Ujung-ujungnya mereka masih malu mengucapkan syahadatain, atau mungkin hati mereka sudah condong ke agama Islam, sedangkan Taufiq dari Allah belum sampai pada mereka.

Ada juga cerita dari keluarga Pak Trisno yang hingga saat ini masih beragama Hindu (mertuanya sendiri). Di hari ke-27 akhir bulan ramadlan, keluarga mertua pak Trisno (yang islam lebih dahulu Islam) menunaikan zakat fitrah diikuti oleh kedua mertuanya sendiri, yang masih non muslim. Hingga sepintas dalam pemikiran kami berkesimpulan bahwa terjalin sudah rughbah (ikatan hati) yang kuat antara non muslim dengan muslim Tosari dalam aktifitas kesehariannya. Kalau hati non muslim saja sudah condong kepada amaliyah ubudiyah yang Islami, maka tugas dakwah hampir mendekati kesempurnaan. The final action hanyalah taufiq Allah subhanallahu ta'ala kepada mereka.

Satu keanehan lain, ketika seorang non muslim yang pernah masuk Islam sebelumnya, ingin masuk agama Islam lagi, kemudian dia melaporkan pada seorang Modin di desa tersebut tentang tata cara sholat. "Apakah sholat itu masih seperti yang dulu Pak, tanpa di tambah dengan bacaan lain ?" ujar salah seorang muallaf. Kemudian Pak Modin menjawab : "Oh kalau sholat tetap seperti yang anda kenal dahulu, sama sekali tidak ada penambahan ataupun pengurangan" kata pak Modin. Akhirnya muallaf tersebut menyadari bahwa Islam adalah agama yang mudah dan tidak ada perubahan yang membingungkan bagi pemeluknya.

Manhaj da'wah yang sukses

Islam masuk didaerah Tengger sudah sejak tahun 1983, akan tetapi sebagian dari para Dai yang berdakwah disana adalah orang-orang Islam garis keras. Sehingga masyarakat awam tidak merespon secara positif geliat dakwah Islam di sana. Kondisi masyarakat muslim sangat marginal (sedikit) saat itu, dan hampir-hampir tidak ada syiar dakwah yang terlihat disana. Jadi bisa dikatakan tugas syiar Islam saat itu mengalami kemacetan, karena manhaj dakwah yang dipakai terlalu ekstrim(mutathorrif).

Gelombang dakwah Islam yang kedua datang dan yang terjadi saat itu manhaj dakwah yang digunakan berbenturan dengan Undang-undang Pemerintah yang melarang adanya perkawinan antar agama. Sehingga agama Islam tetap menjadi agama yang marginal (terpinggirkan) dan sulit berkembang.

Pada tahun 1997, dakwah Islam masuk dengan manhaj yang berbeda, yaitu dengan manhaj yang relatif lunak (alias non ekstrim). Saat itu dibarengi dengan masuknya Dakwah Saadat Alawiyin yang dipelopori oleh Habib Taufiq as-Segaf dari Pasuruan. Dengan segala upaya para da'i yang terjun langsung di kawasan Tengger tersebut, akhirnya mereka mencoba untuk dakwah dari pintu ke pintu. Artinya dakwah tidak menetap pada satu tempat saja, melainkan dengan berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain.

Masalah yang lebih penting dalam pelaksanaan dakwah disitu adalah materi dakwah yang mudah dan tidak terlalu monoton pada upaya pengenalan halal-haram saja. Materi dakwah yang disampaikan sangat lunak sekali. Terkait dengan banyaknya antusias warga Tosari dengan agama baru mereka (Islam), para da'i sengaja membiarkan para pemeluk agama Islam yang baru(muallaf) untuk melakukan aktifitas mereka seperti biasa (seperti bakar kemenyan, sesajen). Yang penting mereka telah melakukan syahadatain, dan masalah adat mereka bisa disajikan dengan akulturasi (pencampuran) budaya dengan kaidah-kaidah Islam. Sehingga dengan memasukkan unsur syar'i didalamnya, maka budaya tersebut dianggap suatu boleh dalam Islam.

Banyak kasus yang terjadi, banyak diantara mereka yang telah memeluk agama Islam, akan tetapi dalam perkawinan mereka tercatat dalam perkawinan non Muslim. Sehingga pada bulan Rabiul Awal kemarin, diadakan pernikahan masal di kantor KUA Tosari, dan sifatnya gratis tanpa dipungut biaya. Dengan acara yang monumental tersebut, telah terjadi legalisasi besar-besaran tiga ratus pasangan pasutri menikah dalam keadaan Islam. Ini suatu gebrakan Dakwah Islam yang luar biasa dan patut diacungi jempol.

Akhir dari pertemuan kami, kami mendapat harapan yang luar biasa dari para Dai senior di sana, karena saat itu kami mewakili Ma'had Darullugah Wadda'awah yang telah terjun langsung meramaikan dakwah Islam disana, khususnya tahun 2001. Kehadiran kami sangat-sangat diharapkan untuk tampil kembali menebarkan syiar Islam dan kalimat tauhid di sana.(shr/ltf/sfn)


Alamat Redaksi: Jl. Raya Raci No. 51 Bangil Pasuruan P.O. Box 08 Bangil Pasuruan Jatim Indonesia. Telp. 0343-745317/746532 Fax. 0343-741-200
e-mail redaksi_albashiroh@yahoo.co.id.