el Bashiroh
Mencerahkan Rohani Bangsa


Al Bashiroh

[ Edit ]

Jual Beli Gelar, Fenomena Kemerosotan Moral Bangsa

Deskripsi Umum

Jabatan adalah salah satu fenomena yang sangat krusial karena setiap orang mempunyai tingkat kapabilitas dan pengalaman yang tinggi belum tentu mendapat jabatan sesuai dengan keilmuannya, dikarenakan tidak ada gelar yang disandangnya. Beranjak dari pembahasan ini, fenomena sosial yang terjadi saat ini sedikit banyak telah merubah tatanan moral masyarakat, dari yang sudah terbiasa disanjung masyarakat kemudian ada kesempatan untuk mempopulerkan diri dalam suatu even Pilkada (misalnya).

Dengan adanya tuntutan tersebut orang bisa menghalalkan segala cara untuk mencapainya, di sisi lain karena jabatan manusia mulai banyak menyingkirkan orang-orang yang tidak sepaham atau seperjuangan. Sisi lain jabatan bisa saja menghantarkan manusia untuk mewujudkan cita-cita manusia sebagai khalifatullah fil ardhi, hingga sedikit banyak orang mencapai keberhasilan dengan melalui wasilah jabatan.

Sebagian ahli hikmah (orang yang berkemampuan batin), jabatan dianggap sebagai bangkai yang tidak patut disentuh apalagi disajikan. Dalam analisis ini para ahli hikmah lebih menonjolkan sisi preventif terhadap segala macam upaya nafsu untuk membelokkan kepada kesesatan. Hingga akhirnya, mereka sama sekali tidak memerlukan jabatan untuk meraih sesuatu di dunia ini, kecuali hanya dengan ikhtiar dan tawakal kepada Allah semata.

Akan tetapi fenomena itu malah tidak dianggap suatu keharusan oleh Wali Songo, karena dakwah mereka juga menggunakan jabatan-jabatan tertentu untuk meraih simpati para pejabat kerajaan di masa itu, dan simpati masyarakat awam pada umumnya.

Jabatan diraih dengan gelar akademis?

Fenomena masyarakat Indonesia yang notabene dalam strata ekonomi menempati negara dunia ketiga ini, tidaklah heran apabila nilai atau gelar akademis menjadi suatu yang sangat berharga dan dihargai keberadaannya. Akan tetapi beberapa oknum masyarakat tidak menyadari adanya bahwa jabatan hanya sebuah sarana untuk menggapai suatu maksud. Beberapa di antara mereka mencoba mengelabui pihak masyarakat awam untuk mengangkat status dirinya menjadi seorang yang lebih, dengan berupaya membeli gelar dari sebuah instansi X, yang melayani jasa itu.

Hal itu yang kemudian banyak disoroti oleh pelaku pendidikan, bahwa upaya pengelabuhan seperti itu akan berakibat pada perusakan moral dan mental masyarakat. Ironisnya kasus seperti itu sempat menjadi trend dari masyarakat menengah keatas, tidak lepas itu artis, anggota dewan, sampai-sampai kiai yang nota bene menjadi panutan masyarakat menjadi terimbasi oleh budaya miring ini. Walhasil mereka akan semakin tergila-gila dengan sebuah sarana yang kadang menjauhkan mereka dari ridlo Allah dan RasulNya.

Rumusan Masalah

Dari pembahasan singkat di atas bisa kita ambil dua permasalahan yang prinsip, pertama apa dasar hukum jual beli gelar dalam kajian hukum syara'? Karena dari aspek rasio sangat merusak moral dan mental umat. Kedua hukum mengejar jabatan yang dilakukan oleh pihak ahlul ilm?

Jawaban

  1. Untuk menemukan ta'bir/referensi yang pas, memang tidak ada, akan tetapi Syech Ibrohim al-Baijury menggambarkan kasus lain yang pernah terjadi di zaman Rasulullah dan zaman Jahilyyah, tentang penggunaan gelar-gelar (الالقاب) yang bagus pada waktu itu. Akan tetapi Syech az-Zamakhsyari berfatwa lain tentang fenomena yang terjadi dewasa ini, seperti pada rujukan berikut:

    قال الزمخشرى إلا ما أحدثه الناس فى زماننا من التوسّع حتى لقّبوا السفلة بالألقاب العالية

    Dengan rujukan tersebut bisa diambil pengertian bahwa memberi gelar pada orang yang tidak mempunyai kapasitas keilmuan semestinya adalah perbuatan yang melanggar syara'. Baik itu gelar berkaitan dengan keilmuan umum maupun agama.

    Hingga pada bulan Juli 2005 lalu, komisi Fatwa MUI Jatim mengeluarkan fatwa tentang pengharaman perilaku jual beli gelar baik itu terjadi pada fa'il (pemberi gelar) atau maf'ul (menerima gelar). Namun saat itu tidak disertai landasan syara' yang memadai, hanya Harian Bangsa yang saat itu menampilkan beritanya menyertakan pertimbangan moral bangsa.

  2. Hukum mengejar jabatan dalam perspektif (pandangan) al-Ghazali adalah haram berdasar hadist Nabi Muhammad Saw. "barang siapa menuntut ilmu yang seharusnya karena Allah (ilmu Agama) untuk mendapatkan kepentingan duniawi, maka ia tidak akan mencium harumnya surga di akherat nanti (Ihya Ulumuddin I/61), dan pernyataan beliau sendiri :

    إن الجاه أضرّ من المال

    "Sesungguhnya jabatan lebih berbahaya dari harta benda"

    Maka sebagai langkah preventif, bagi muslimin yang belum terikat dengan jabatan tertentu sebaiknya tidak terjerumus pada jabatan-jabatan dunia. Kecuali jika dengan jabatan tersebut bisa membawa kemasalahatan bagi agama dan bangsa, maka hal itu dianjurkan.


Alamat Redaksi: Jl. Raya Raci No. 51 Bangil Pasuruan P.O. Box 08 Bangil Pasuruan Jatim Indonesia. Telp. 0343-745317/746532 Fax. 0343-741-200
e-mail redaksi_albashiroh@yahoo.co.id.